BAB I
PENDAHULUAN
A.
Bahasa Banjar
Kata Banjar mengacu pada nama sebuah etnik yang hidup di kawasan
Kalimantan Timur. Orang Banjar adalah orang-orang yang dari generasi kegenerasi
hidup di kawasan Kalimantan Selatan. Menurut kajian linguistik historis, bahasa
Banjar adalah salah satu rumpun bahasa Austronesia yang sudah ada sejak ratusan
bahkan ribuan tahun yang lalu. Djantera Kawi (dalam Effendi, 2011: 28) jauh
sebelum abad ke-16 (boleh jadi 6 atau 7 abad sebelumnya, yang dianalogikan
dengan masyarakat Kutai diabad ke-3 atau ke-4) masyarakat Banjar telah wujud
atau melembaga sebagai sebuah kelompok sosial budaya. Dengan demikian sebagai
sebuah kelompok sosial budaya, sudah semestinya mereka sebagai telah memiliki bahas alat komunikasi.
Dari data kebahasaan
yang diperoleh dari buku English Finderlist
of Reconstruction in Austronesian Languages (post-branstetter) oleh Wurm dan Wilson (1978) dapat dilihat dengan
jelas bahwa bahasa Banjar memang berasal dari sebuah bahasa Purba yang bernama Proto Austronesia. Setelah membandingkan
kosa-kosa kata Proto Austronesia dan Banjar, Kawi dan Effendi (2002) menemukan
banyak sekali kosa-kosa kata yang sama atau mirip sehingga berdasarkan kesamaan
dan kemiripan itu dapat disimpulkan bahwa bahasa Banjar merupakan turunan
langsung bahasa Proto Austronesia.
B.
Wilayah Penggunaan
Wilayah penggunaan bahasa Banjar adalah di daerah Tanjung, Kelua, Amuntai-Alabio, Paringin, Batu
Mandi-Birayang, Barabai, Pantai Hambawang, Negara, Kandangan, Rantau,
Margasari, Astambul-Martapura-Banjarmasin, Pelaihari-Bati-Bati-Pengaron.
BAB II
TEORI
REDUPLIKASI/PENGULANGAN
A. Pengertian
Reduplikasi
Proses reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik
seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil
pengulangan disebut kata ulang, satuan yang diulang merupakan bentuk dasar
(Solichi, 1996: 9). Sedangkan menurut Muslich (1990: 48), proses pengulangan
merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik
seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi
dengan afiks maupun tidak.
Lebih lanjut, Chaer (2007: 182) mengemukakan bahwa
reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara
keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Kemudian
Chaer (2008: 178) mengemukakan di
dalam buku Morfologinya bahwa pengulangan atau reduplikasi adalah pengulangan
bentuk satuan kebahasaan yang gejalanya terdapat dalam banyak bahasa di dunia.
meskipun reduplikasi yang utama adalah masalah morfologi, pembentukan kata, tetapi
tampaknya ada juga reduplikasi yang menyangkut masalah fonologi, masalah
sintaksis, dan masalah semantik.
B.
Macam-Macam Reduplikasi
Menurut Chaer (2007: 183) reduplikasi
terbagi menjadi lima, yaitu sebagai berikut.
a.
Dwilingga, yaitu pengulangan morfem dasar, seperti meja-meja, aki-aki, dan
rumah-rumah.
b.
Dwilingga salin suara, yaitu pengulangan morfem dasar dengan perubahan
vokal dan fonem lainnya, seperti bolak-balik, langak-longok, dan mondar-mandir.
c.
Dwipurwa, yaitu pengulangan silabel pertama, seperti lelaki, peparu, dan
pepatah.
d.
Dwiwasana, yaitu pengulangan pada akhir kata seperti cengengesan ‘selalu
tertawa’ yang terbentuk dari cenges
‘tertawa’.
e.
Trilingga, yaitu pengulangan morfem dasar sampai dua kali seperti
dag-dig-dug, ngak-ngik-nguk.
Sedangkan Noortyani (2010:
73-75)menambahkan dua macam bentuk pengulangan, yaitu sebagai berikut.
a.
Kata ulang berimbuhan, yaitu kata ulang yang dibentuk dari pengulangan
kata yang disertai penambahan imbuhan (afiks). Contoh merah menjadi kemerah-merahan
b.
Kata ulang semu, yaitu kata ulang yang menurut bentuknya tergolong kata
ulang, tetapi sebenarnya bukan kata ulang sebab tidak ada dasar yang diulang.
Contoh kupu-kupu, kura-kura, dan
paru-paru.
BAB
III
METODE
A. Metode
Deskriptif dengan Pendekatan Kualitatif
Metode adalah cara teratur yang
digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki. Dengan kata lain, metode adalah cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Deskriptif artinya bersifat
deskripsi, yakni pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan
terperinci. Metode deskriptif adalah sebuah metode penelitian yang
menggambarkan objek penelitian berupa data-data yang sudah ada. Pendekatan
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan penelitian data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang, perilaku
yang dapat diamati sehingga menemukan kebenaran yang dapat diterima oleh akal
sehat manusia.
B. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Kamus Banjar Indonesia yang disusun oleh Abdul Jebar
Hapip terbitan CV Rahmat Hafiz Al Mubaraq Banjarmasin tahun 2008 cetakan ke-6.
C. Analisis
Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan
dan mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian
dasar.
BAB IV
HASIL
PENELITIAN
A.
Dwilingga
1.
Dwilingga Penuh
·
giul-giul
·
guna-guna
·
inggit-inggit
·
kiwir-kiwir
·
kujat-kujat
·
kujuk-kujuk
·
kumut-kumut
·
lajang-lajang
·
untay-untay
·
bukah-bukah
·
gasak-gasak
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan
dwilingga penuh dalam bahasa Banjar adalah perulangan penuh pada kata dasarnya.
Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= KD + KD
Keterangan: R: Reduplikasi
KD: Kata
dasar
2.
Dwilingga Berafiks
a.
Berawalan
·
bagiul-giul
·
bainggit-inggit
·
bakiwir-kiwir
·
bakujat-kujat
·
bakujuk-kujuk
·
bakumut-kumut
·
balajang-lajang
·
bauntay-untay
·
babukah-bukah
·
bagasak-gasak
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan
dwilingga berawalan dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang diberi imbuhan
di awal kata ulang penuh. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai
berikut.
R= awalan ba- + RDP
Keterangan: RDP: Reduplikasi
dwilingga penuh
b.
Berakhiran
·
giul-giulan
·
inggit-inggitan
·
kiwir-kiwiran
·
kujat-kujatan
·
kijuk-kujukan
·
kumut-kumutan
·
lajang-lajangan
·
untay-untayan
·
bukah-bukahan
·
gasak-gasakan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan
dwilingga berakhiran dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang diberi imbuhan
diakhir kata ulang penuh. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai
berikut.
R= RDP + akhiran –an
Keterangan: RDP: Reduplikasi dwilingga penuh
c.
Berawalan dan berakhiran
·
bagiul-giulan
·
bainggit-inggitan
·
bakiwir-kiwiran
·
bakujat-kujatan
·
bakujuk-kujukan
·
bakumut-kumutan
·
balajang-lajangan
·
bauntay-untayan
·
babukah-bukahan
·
bagasak-gasakan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan
dwilingga berawalan dan berakhiran dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang
diberi imbuhan diawal dan diakhir kata ulang penuh. Berdasarkan hal ini, maka
dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= awalan ba- + RDP + akhiran –an
Keterangan: RDP: Reduplikasi
dwilingga penuh
B.
Dwilingga Salin Suara
1.
Penuh
·
bulak-balik
·
puntang-panting
·
utak-atik
·
cumpang-camping
·
gadabak-gadabuk
·
garipak-garipuk
·
calingak-calinguk
·
garasak-garusuk
·
karakas-karukus
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan
dwilingga salin suara penuh dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang dibentuk
dari pengulangan bentuk dasar yang disertai perubahan salah satu fonemnya.
Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= KD + KD
= P1fs3 + KD
gadabuk→ gadabuk + gadabuk
gadabuk-gadabuk
gadabak-gadabuk
Keterangan: P1fs3: Perubahan satu
fonem suku ketiga
KD: Kata
dasar
2.
Berafiks
a.
Berawalan
·
babulak-balik
·
bagadabak-gadabuk
·
manggaripak-garipuk
·
bacalingak-calinguk
·
bagarasak-garusuk
·
mangarakas-ngarukus
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan
dwilingga salin suara berawalan dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang
diberi imbuhan diawal kata ulang salin suara penuh. Berdasarkan hal ini, maka
dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= KD + KD
= P1fs3 + KD
= ba-/ma- + P1fs3 + KD
Keterangan: P1fs3:
Perubahan satu fonem suku ketiga
KD:
Kata dasar
b.
Berakhiran
·
garipak-garipukan
·
calingak-calingukan
·
garasak-garusukan
·
karakas-karukusan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan
dwilingga salin suara berakhiran dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang
dibentuk dari pengulangan bentuk dasar yang disertai perubahan salah satu fonemnya
dan diberi akhiran. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai
berikut.
R= KD + KD
= P1fs3 + KD
= P1fs3 + KD + -an
Keterangan: P1fs3:
Perubahan satu fonem suku ketiga
KD:
Kata dasar
c.
Berawalan dan Berakhirran
·
babulak-balikan
·
bagadabak-gadabukan
·
bagaripak-garipukan
·
bacalingak-calingukan
·
bagarasak-garusukan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan
dwilingga salin suara berawalan dan berakhiran dalam bahasa Banjar adalah
perulangan yang dibentuk dari pengulangan bentuk dasar yang disertai perubahan
salah satu fonemnya dan diberi awalan dan akhiran. Berdasarkan hal ini, maka
dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= KD + KD
= P1fs3 + KD
= ba- + P1fs3 + KD + -an
Keterangan: P1fs3:
Perubahan satu fonem suku ketiga
KD:
Kata dasar
C.
Dwipurwa
·
kakarik
·
kikisak
·
kukuliat
·
kukulak
·
kukuriak
·
kakamban
·
jujurak
·
cacatuk
·
kakayuh
·
haharu
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan
dwilingga berawalan dan berakhiran dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang dibentuk
dari pengulangan suku pertama dari bentuk dasar. Berdasarkan hal ini, maka
dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= Rs1 + KD
Keterangan: Rs1: Reduplikasi suku pertama
KD:
Kata dasar
D.
Dwiwasana
·
juriringan
·
julilingan
·
pararawan
·
cararawan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan
dwilingga berawalan dan berakhiran dalam bahasa Banjar adalah perulangan pada
dua fonem suku terakhir disertai akhiran -an.
Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= sa + R2fsak + fak + -an
caraw → ca + raw
ca + ra + raw
cararaw
+ -an
cararawan
Keterangan: sa :
Suku awal
R2fsak : Reduplikasi dua fonem suku akhir
fak :
Fonem akhir
E.
Trilingga
·
cang-cing-cung
·
cak-cik-cuk
·
dam-dim-dum
·
pan-pin-pun
·
bang-bing-bung
·
tah-tih-tuh
·
tak-tik-tuk
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan trilingga
dalam bahasa Banjar adalah perulangan kata dasar yang terdiri dari satu suku
kata sampai dua kali disertai perubahan salah satu fonemnya. Berdasarkan hal ini,
maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= KD + KD + KD
= KDPf2 + KDPf2 + KD
Keterangan: KD: Kata dasar
KDPf2: Kata dasar perubahan fonem kedua
F.
Perulangan dengan Proses Afiksasi
·
rurumahan ‘menyerupai
rumah’
·
jujukungan ‘menyerupai
perahu’
·
hahayaman ‘menyerupai ayam’
·
mumuturan ‘menyerupai mobil’
·
kakapalan ‘menyerupai
kapal’
·
uurangan ‘menyerupai
orang’
·
wawadaian ‘menyerupai kue’
·
aanakan ‘menyerupai
anak’
·
wawarungan ‘menyerupai warung’
·
laladingan ‘menyerupai
pisau’
·
titikaran ‘menyerupai
tikar’
·
babajuan ‘menyerupai
baju’
·
sasapatuan ‘menyerupai
sepatu’
·
babarasan ‘menyerupai
beras’
·
babawangan ‘menyerupai bawang’
·
gugulaan ‘menyerupai
gula’
·
kakambangan ‘menyerupai bunga’
·
kikipasan ‘menyerupai
kipas’
Berdasarkan data di atas dapat
disimpulkan bahwa model perulangan dengan proses afiksasi dalam bahasa Banjar
adalah perulangan yang dibentuk dari pengulangan suku pertama dari bentuk dasar
disertai akhiran. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai
berikut.
R= Rs1 + KD + -an
Keterangan: Rs1: Reduplikasi suku pertama
KD: Kata dasar
BAB V
SIMPULAN
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik
dengan variasi fonem maupun tidak. Reduplikasi ada
beberapa macam, yaitu (a) dwilingga,
yakni pengulangan morfem dasar, seperti mutur-mutur
dan wadai-wadai; (b) dwilingga salin suara, yakni pengulangan
morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti bulak-balik, garasak-garusuk, dan karakas-karukus; (c) dwipurwa, yakni pengulangan silabel
pertama, seperti lalaki, bibini dan papadah; (d) dwiwasana, yakni pengulangan pada akhir kata seperti cangingisan, cararwan, dan pararawan yang terbentuk; dan (e) trilingga, yakni pengulangan morfem
dasar sampai dua kali, seperti dang-ding-dung,
cas-cis-cus dan ngak-ngik-nguk, (f)
pengulangan dengan proses afiksasi seperti
bubujuran, hahayaman, dan kukudaan.
DAFTAR RUJUKAN
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi bahasa Indonesia (Pendekatan
Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
Effendi, Rustam. 2011. Sastra Banjar: Teori dan Interpretasi.
Banjarbaru: Scripta Cendekia.
Noortyani, Rusma. 2010. Morfologi Bahasa Indonesia (Kajian Seluk
Beluk Kata). Banjarbaru: Scipta Cendekia.
Artikelnya sangat membantu, thanks :)
BalasHapus~greeting from UNMUL~