Senin, 11 Februari 2013

Reduplikasi Bahasa Banjar


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Bahasa Banjar
Kata Banjar mengacu pada nama sebuah etnik yang hidup di kawasan Kalimantan Timur. Orang Banjar adalah orang-orang yang dari generasi kegenerasi hidup di kawasan Kalimantan Selatan. Menurut kajian linguistik historis, bahasa Banjar adalah salah satu rumpun bahasa Austronesia yang sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Djantera Kawi (dalam Effendi, 2011: 28) jauh sebelum abad ke-16 (boleh jadi 6 atau 7 abad sebelumnya, yang dianalogikan dengan masyarakat Kutai diabad ke-3 atau ke-4) masyarakat Banjar telah wujud atau melembaga sebagai sebuah kelompok sosial budaya. Dengan demikian sebagai sebuah kelompok sosial budaya, sudah semestinya mereka  sebagai telah memiliki bahas alat komunikasi.
Dari data kebahasaan yang diperoleh dari buku English Finderlist of Reconstruction in Austronesian Languages (post-branstetter) oleh Wurm dan Wilson (1978) dapat dilihat dengan jelas bahwa bahasa Banjar memang berasal dari sebuah bahasa Purba yang bernama Proto Austronesia. Setelah membandingkan kosa-kosa kata Proto Austronesia dan Banjar, Kawi dan Effendi (2002) menemukan banyak sekali kosa-kosa kata yang sama atau mirip sehingga berdasarkan kesamaan dan kemiripan itu dapat disimpulkan bahwa bahasa Banjar merupakan turunan langsung bahasa Proto Austronesia.

B.     Wilayah Penggunaan
Wilayah penggunaan bahasa Banjar adalah di daerah Tanjung, Kelua, Amuntai-Alabio, Paringin, Batu Mandi-Birayang, Barabai, Pantai Hambawang, Negara, Kandangan, Rantau, Margasari, Astambul-Martapura-Banjarmasin, Pelaihari-Bati-Bati-Pengaron.



BAB II
TEORI REDUPLIKASI/PENGULANGAN

A.       Pengertian Reduplikasi
        Proses reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan disebut kata ulang, satuan yang diulang merupakan bentuk dasar (Solichi, 1996: 9). Sedangkan menurut Muslich (1990: 48), proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak.
        Lebih lanjut, Chaer (2007: 182) mengemukakan bahwa reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Kemudian Chaer (2008: 178) mengemukakan di dalam buku Morfologinya bahwa pengulangan atau reduplikasi adalah pengulangan bentuk satuan kebahasaan yang gejalanya terdapat dalam banyak bahasa di dunia. meskipun reduplikasi yang utama adalah masalah morfologi, pembentukan kata, tetapi tampaknya ada juga reduplikasi yang menyangkut masalah fonologi, masalah sintaksis, dan masalah semantik.

B.        Macam-Macam Reduplikasi
Menurut Chaer (2007: 183) reduplikasi terbagi menjadi lima, yaitu sebagai berikut.
a.          Dwilingga, yaitu pengulangan morfem dasar, seperti meja-meja, aki-aki, dan rumah-rumah.
b.         Dwilingga salin suara, yaitu pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti bolak-balik, langak-longok, dan mondar-mandir.
c.          Dwipurwa, yaitu pengulangan silabel pertama, seperti lelaki, peparu, dan pepatah.
d.         Dwiwasana, yaitu pengulangan pada akhir kata seperti cengengesan ‘selalu tertawa’ yang terbentuk dari cenges ‘tertawa’.
e.          Trilingga, yaitu pengulangan morfem dasar sampai dua kali seperti dag-dig-dug, ngak-ngik-nguk.
Sedangkan Noortyani (2010: 73-75)menambahkan dua macam bentuk pengulangan, yaitu sebagai berikut.
a.       Kata ulang berimbuhan, yaitu kata ulang yang dibentuk dari pengulangan kata yang disertai penambahan imbuhan (afiks). Contoh merah menjadi kemerah-merahan
b.      Kata ulang semu, yaitu kata ulang yang menurut bentuknya tergolong kata ulang, tetapi sebenarnya bukan kata ulang sebab tidak ada dasar yang diulang. Contoh kupu-kupu, kura-kura, dan paru-paru.

















BAB III
METODE

A.    Metode Deskriptif dengan Pendekatan Kualitatif
Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Dengan kata lain, metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Deskriptif artinya bersifat deskripsi, yakni pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci. Metode deskriptif adalah sebuah metode penelitian yang menggambarkan objek penelitian berupa data-data yang sudah ada. Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan penelitian data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang, perilaku yang dapat diamati sehingga menemukan kebenaran yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.

B.     Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kamus Banjar Indonesia yang disusun oleh Abdul Jebar Hapip  terbitan  CV Rahmat Hafiz Al Mubaraq  Banjarmasin tahun 2008 cetakan ke-6.

C.    Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan dan mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. 



BAB IV
HASIL PENELITIAN

A.    Dwilingga
1.      Dwilingga Penuh
·         giul-giul
·         guna-guna
·         inggit-inggit
·         kiwir-kiwir
·         kujat-kujat
·         kujuk-kujuk
·         kumut-kumut
·         lajang-lajang
·         untay-untay
·         bukah-bukah
·         gasak-gasak
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan dwilingga penuh dalam bahasa Banjar adalah perulangan penuh pada kata dasarnya. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= KD + KD
Keterangan:        R: Reduplikasi
                           KD: Kata dasar

2.      Dwilingga Berafiks
a.       Berawalan
·         bagiul-giul
·         bainggit-inggit
·         bakiwir-kiwir
·         bakujat-kujat
·         bakujuk-kujuk
·         bakumut-kumut
·         balajang-lajang
·         bauntay-untay
·         babukah-bukah
·         bagasak-gasak
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan dwilingga berawalan dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang diberi imbuhan di awal kata ulang penuh. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R=  awalan ba- + RDP
Keterangan:   RDP: Reduplikasi dwilingga penuh

b.      Berakhiran
·         giul-giulan
·         inggit-inggitan
·         kiwir-kiwiran
·         kujat-kujatan
·         kijuk-kujukan
·         kumut-kumutan
·         lajang-lajangan
·         untay-untayan
·         bukah-bukahan
·         gasak-gasakan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan dwilingga berakhiran dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang diberi imbuhan diakhir kata ulang penuh. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= RDP + akhiran –an
Keterangan: RDP: Reduplikasi dwilingga penuh

c.       Berawalan dan berakhiran
·         bagiul-giulan
·         bainggit-inggitan
·         bakiwir-kiwiran
·         bakujat-kujatan
·         bakujuk-kujukan
·         bakumut-kumutan
·         balajang-lajangan
·         bauntay-untayan
·         babukah-bukahan
·         bagasak-gasakan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan dwilingga berawalan dan berakhiran dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang diberi imbuhan diawal dan diakhir kata ulang penuh. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= awalan ba- + RDP + akhiran –an
Keterangan:   RDP: Reduplikasi dwilingga penuh

B.     Dwilingga Salin Suara
1.   Penuh
·         bulak-balik
·         puntang-panting
·         utak-atik
·         cumpang-camping
·         gadabak-gadabuk
·         garipak-garipuk
·         calingak-calinguk
·         garasak-garusuk
·         karakas-karukus
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan dwilingga salin suara penuh dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang dibentuk dari pengulangan bentuk dasar yang disertai perubahan salah satu fonemnya. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= KD + KD
   = P1fs3 + KD
gadabuk→      gadabuk + gadabuk
                        gadabuk-gadabuk
                        gadabak-gadabuk
Keterangan:     P1fs3: Perubahan satu fonem suku ketiga
                        KD: Kata dasar

2.   Berafiks
a.       Berawalan
·         babulak-balik
·         bagadabak-gadabuk
·         manggaripak-garipuk
·         bacalingak-calinguk
·         bagarasak-garusuk
·         mangarakas-ngarukus
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan dwilingga salin suara berawalan dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang diberi imbuhan diawal kata ulang salin suara penuh. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= KD + KD
= P1fs3 + KD
= ba-/ma- + P1fs3 + KD
Keterangan:           P1fs3: Perubahan satu fonem suku ketiga
                              KD: Kata dasar

b.      Berakhiran
·         garipak-garipukan
·         calingak-calingukan
·         garasak-garusukan
·         karakas-karukusan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan dwilingga salin suara berakhiran dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang dibentuk dari pengulangan bentuk dasar yang disertai perubahan salah satu fonemnya dan diberi akhiran. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= KD + KD
= P1fs3 + KD
= P1fs3 + KD + -an
Keterangan:           P1fs3: Perubahan satu fonem suku ketiga
                              KD: Kata dasar
c.       Berawalan dan Berakhirran
·         babulak-balikan
·         bagadabak-gadabukan
·         bagaripak-garipukan
·         bacalingak-calingukan
·         bagarasak-garusukan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan dwilingga salin suara berawalan dan berakhiran dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang dibentuk dari pengulangan bentuk dasar yang disertai perubahan salah satu fonemnya dan diberi awalan dan akhiran. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= KD + KD
= P1fs3 + KD
= ba- + P1fs3 + KD + -an
Keterangan:           P1fs3: Perubahan satu fonem suku ketiga
                              KD: Kata dasar

C.    Dwipurwa
·      kakarik
·      kikisak
·      kukuliat
·      kukulak
·      kukuriak
·      kakamban
·      jujurak
·      cacatuk
·      kakayuh
·      haharu
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan dwilingga berawalan dan berakhiran dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang dibentuk dari pengulangan suku pertama dari bentuk dasar. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= Rs1 + KD
Keterangan:           Rs1: Reduplikasi suku pertama
                              KD: Kata dasar

D.    Dwiwasana
·      juriringan
·      julilingan
·      pararawan
·      cararawan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan dwilingga berawalan dan berakhiran dalam bahasa Banjar adalah perulangan pada dua fonem suku terakhir disertai akhiran -an. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= sa + R2fsak + fak + -an
caraw → ca + raw
                 ca + ra + raw
                 cararaw + -an
cararawan
Keterangan:           sa                     : Suku awal
R2fsak             : Reduplikasi dua fonem suku akhir
fak                   : Fonem akhir

E.     Trilingga
·      cang-cing-cung
·      cak-cik-cuk
·      dam-dim-dum
·      pan-pin-pun
·      bang-bing-bung
·      tah-tih-tuh
·      tak-tik-tuk
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan trilingga dalam bahasa Banjar adalah perulangan kata dasar yang terdiri dari satu suku kata sampai dua kali disertai perubahan salah satu fonemnya. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= KD + KD + KD
= KDPf2 + KDPf2 + KD
Keterangan:           KD:     Kata dasar
KDPf2: Kata dasar perubahan fonem kedua

F.     Perulangan dengan Proses Afiksasi
·         rurumahan                               ‘menyerupai rumah’
·         jujukungan                              ‘menyerupai perahu’
·         hahayaman                              ‘menyerupai ayam’
·         mumuturan                              ‘menyerupai mobil’
·         kakapalan                                ‘menyerupai kapal’
·         uurangan                                 ‘menyerupai orang’
·         wawadaian                              ‘menyerupai kue’
·         aanakan                                   ‘menyerupai anak’
·         wawarungan                            ‘menyerupai warung’
·         laladingan                                ‘menyerupai pisau’
·         titikaran                                   ‘menyerupai tikar’
·         babajuan                                  ‘menyerupai baju’
·         sasapatuan                               ‘menyerupai sepatu’
·         babarasan                                ‘menyerupai beras’
·         babawangan                            ‘menyerupai bawang’
·         gugulaan                                  ‘menyerupai gula’
·         kakambangan                          ‘menyerupai bunga’
·         kikipasan                                 ‘menyerupai kipas’
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa model perulangan dengan proses afiksasi dalam bahasa Banjar adalah perulangan yang dibentuk dari pengulangan suku pertama dari bentuk dasar disertai akhiran. Berdasarkan hal ini, maka dapat dibuat kaidah sebagai berikut.
R= Rs1 + KD + -an
Keterangan:     Rs1: Reduplikasi suku pertama
                        KD: Kata dasar






BAB V
SIMPULAN

Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Reduplikasi ada beberapa macam, yaitu (a) dwilingga, yakni pengulangan morfem dasar, seperti mutur-mutur dan wadai-wadai; (b) dwilingga salin suara, yakni pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti bulak-balik, garasak-garusuk, dan karakas-karukus; (c) dwipurwa, yakni pengulangan silabel pertama, seperti lalaki, bibini dan papadah; (d) dwiwasana, yakni pengulangan pada akhir kata seperti cangingisan, cararwan, dan pararawan yang terbentuk; dan (e) trilingga, yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti dang-ding-dung, cas-cis-cus dan ngak-ngik-nguk, (f) pengulangan dengan proses afiksasi seperti bubujuran, hahayaman, dan kukudaan.  



















DAFTAR RUJUKAN

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
Effendi, Rustam. 2011. Sastra Banjar: Teori dan Interpretasi. Banjarbaru: Scripta Cendekia.
Noortyani, Rusma. 2010. Morfologi Bahasa Indonesia (Kajian Seluk Beluk Kata). Banjarbaru: Scipta Cendekia.

1 komentar:

  1. Artikelnya sangat membantu, thanks :)

    ~greeting from UNMUL~

    BalasHapus